Persimpangan
Perempuan itu adalah peta yang dilipat berkali-kali hingga jejaknya hilang; sehelai kenangan yang ditiupkan angin dari jendela yang pernah terbuka, kini tinggal debu di ambang pintu. Ia berdiri di persimpangan yang tak punya nama, tempat kemarin dan nanti saling tatap tanpa sapa. Dalam saku gaunnya, hanya tersisa remah-remah janji yang tak sempat jadi roti. Dan aroma hujan, bau tanah yang tak ingin lagi ia pijak. Rumah yang dulu adalah punggung yang disandarkan, kini hanya dinding yang dingin, bahkan bayangannya sendiri telah menyelinap pergi, tak ingin berbagi sepi. "Aku tak diinginkan," bisiknya pada udara yang tak mendengar, pada sepasang sepatu yang ragu melangkah. Di hadapannya.. Jalan berbatu yang menuju tak tahu, di belakangnya.. sepasang lengan yang tak lagi mau memeluknya kembali. Maka ia pun menjadi sunyi yang paling biru, menggantungkan dirinya sebagai embun di ujung daun. Menanti, dengan sabar seperti wa...