I used to think everyone would always have a home to return to. And that everyone actually had a home. Not necessarily a building, but just a place that accepts us as we are that’s already a home. Back then, it was so easy to picture what a home looked like. Even drawing it was simple. Maybe not realistic, but it always had two windows in the front, one door, and a little chimney. And of course, an apple tree standing next to it with its fruits. Just like a template drawing, the same way kids draw mountains. But growing up took me somewhere completely different. I can’t really imagine it anymore, let alone draw it. I can’t even go back to a place I’d call home. Now it feels like such a luxury to have a home. Not because houses are getting more expensive, but because there’s no place that truly accepts every flaw.
"Orang bilang, kenikmatan perjalanan berbanding terbalik dengan kecepatan berjalan. Pemandangan terindah justru terlihat ketika melambatkan langkah, berhenti sejenak" - Agustinus Wibowo, Titik Nol, Hal. 315. malam ini setaun yang lalu, di kamar kosanku yang super sempit (bahkan ibu bilang kamarku seukuran mobil inova), ada satu homo sapiens lain selain aku yang makin bikin kamar jadi sempit *kikikik. Langsung saja kita perkenalkan, namanya Anika Milsusanika. Biasa dipanggil nika atau niknok, atau “neng” ama si mas.. *loh kok *kikikik. buat apa sih dia bikin kamar tambah sempit? Buat jalan-jalan besoknyaa! Jalan jalan kemanahe kitahe? Hmmm.. terus ikuti kegiatan kami ya! *ala-ala artis *ala-ala bum-bum *** 30 Maret 2013 Waktu menunjukkan pukul 06.30 wib dan bospan (bos panda= Cahyo) sudah menghubungi terus menerus menanyakan kesiapan kami (aku dan nika). kami langsung agak panik karena masih nonton inpoteinment tentang...
Mereka yang hadir adalah takdir.. Tak sengaja melihat kembali profil instagram dosenku di Unpad. Pak Ipit namanya. Semoga saat ini Allah lapangkan kuburnya karena ilmu yang beliau berikan pada kami selama hidupnya. *** Siang itu aku mendapat telpon dari nomer yang tak dikenal. Tak kuangkat. Lalu masuklah sms dari nomer tersebut. Marah-marah. Sms yang masuk kemudian kubaca baik2. Isinya “Jangan ganggu laki-laki yang sudah punya istri dan anak!” Aku terhenyak. Alhamdulillah daftar laki2 yang ku sms tak banyak. Ah ya tahun itu blm ada chat wa, masih menggunakan sms untuk berkomunikasi. Aku pun langsung menyadari dan membalas dengan meminta maaf. Aku sadar wanita di seberang sana sedang emosi dan terluka. Aku menyampaikan bahwa aku memang suka kirim sms tausiyah. Tapi kepada laki-laki, sms tausiyah hanya kukirim ke dua orang saja. Bapakku dan dosen waliku: Pak Ipit. Hal itu yang membuatku cepat menyadari siapa wanita yang mengirimiku sms. Karena tak mungkin itu istri bapakku ka...
Komentar
Posting Komentar