Jurnalistik Sebagai Ilmu dan Praktek
Jurnalistik merupakan bagian dari kehidupan kita
sehari-hari. Jika setiap hari kita membaca, mendengar, atau menonton program
berita, maka sadar atau tidak sadar kita terlibat dalam dunia jurnalistik,
minimal sebagai objek atau sasaran (target
audience) dari para jurnalis. Bicara tentang jurnalistik tentu akan membawa
kita berpikir tentang proses kewartawanan dan pemberitaan Dalam aplikasinya,
pekerjaan wartawan ini tidak bisa dilepaskan dari kemahiran menelisik informasi,
karena apapun peristiwanya, seorang jurnalis memerlukan bermacam-macam
informasi untuk melengkapi hasil pengamatannya terhadap fakta yang diliputnya.
Ini menunjukkan kentalnya praktek lapangan dalam kegiatan jurnalistik, hingga
kadang konsep jurnalistik sebagai ilmu tidak terlalu dipahami oleh beberapa
orang. Lalu sebenarnya bagaimana konsep jurnalistik sebagai ilmu?
Sebagai ilmu, jurnalistik adalah bidang
kajian mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini,
pemikiran, ide) melalui media massa. Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus
berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan
dinamika masyarakat itu sendiri. Sebaga ilmu, jurnalistik termasuk dalam bidang
kajian ilmu komunikasi, yakni ilmu yang mengkaji proses penyampaian pesan,
gagasan, pemikiran, atau informasi kepada orang lain dengan maksud memberitahu,
mempengaruhi, atau memberikan kejelasan ( Romli, 2003). Berangkat dari keilmuan
ini, jurnalistik idealnya menjadi corong penyampaian informasi yang diolah dan
disebarluarkan melalui proses-proses yang komprehensif sesuai kaidah Kode Etik
Jurnalistik (KEJ). Kode etik merupakan
petunjuk untuk menjaga mutu profesi sekaligus memelihara kepercayaan masyarakat
terhadap profesi kewartawanan.
Keterampilan atau profesi di bidang jurnalistik
bersifat produktif. Produktif dalam berpikir, produktif dalam menulis, bahkan
produktif dalam meraih penghasilan. Namun patut diketahui, jurnalistik sebagai
keterampilan maupun profesi bukanlah aktivitas yang bersifat instan atau
langsung jadi. Tugas jurnalistik sangat berat dan menantang. Untuk dapat
terampil dan menekuni profesi jurnalistik membutuhkan proses belajar dan
latihan yang memadai. Keterampilan dan profesi jurnalistik diperoleh dari
proses yang berkelanjutan, yang dibekali pengetahuan cukup dan praktik yang
mahir.
Lalu,
bagaimana mengambil posisi di tengah perkembangan jurnalistik yang ada sekarang
? Setidaknya ada tiga argumen yang patut dikemukakan untuk mengambil posisi di
industri jurnalistik saat ini, yaitu:
1.
Jurnalistik harus dipandang sebagai suatu keterampilan
yang perlu dikuasai sebagai alternatif profesi atau pilihan kerja. Jika tidak
pun, keterampilan jurnalistik tetap bersifat produktif sehingga dapat
dimanfaatkan dalam bidang kerja lainnya sebagai nilai tambah.
2.
Jurnalistik telah berkembang pesat dan menjadi industri
atau bisnis-komersial. Kita
perlu
ikut ambil bagian dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas jurnalistik
yang ada dan terus berlangsung. Euforia dan kebebasan jurnalistik yang sudah
ada sekarang perlu dikawal secara lebih bertanggung jawab.
3.
Jurnalistik hadir tidak untuk menyesatkan, melainkan
untuk memberdayakan masyarakat dan karenanya setiap kita perlu menjadi subjek
yang terlibat aktif dalam mengamati perkembangan industri jurnalistik, termasuk
menjadi pengguna produk jurnalistik yang cerdas dalam mencerna informasi.
Peran
penting jurnalistik tidak terbantahkan. Jika kita tengok ke belakang, banyak
peristiwa revolusi dan reformasi suatu bangsa di belahan dunia yang diawali
dari pena wartawan, dari karya jurnalistik. Kemajuan peradaban manusia dan
bangsa seringkali bertumpu pada peran dan fungsi jurnalistik yang berlangsung
di mata masyarakat. Jurnalistik merupakan karya besar yang dapat mengubah nasib
suatu bangsa. Bahkan jurnalistik dapat mengubah ”orang biasa” menjadi ”orang
tenar”, dan sebaliknya ”orang tenar” bisa menjadi ”orang biasa”.
Napoleon
Bonaparte, seorang Revolusioner Perancis pernah
mengatakan “Saya lebih cemas dimusuhi empat buah koran (wartawan) daripada
seribu bayonet.” Atau Thomas Jefferson, Pencipta Declaration of
Independent Amerika Serikat menyatakan
“Saya lebih suka di satu daerah yang mempunyai surat kabar dan tanpa
pemerintah, daripada berada di daerah yang punya pemerintah tetapi tanpa surat
kabar.” Pernyataan kedua tokoh ini menunjukkan betapa pentingnya
jurnalistik.
Keberadaan jurnalistik tentu saja tidak
lepas dari media massa sebagai mediumnya. Dalam praktek jurnalistik, media
massa biasanya memilih bagian-bagian tertentu saja dari karya jurnalistik untuk
disiarkan (dalam bentuk cetak maupun elektronik), hal ini biasa disebut
framing. Bagian-bagian yang ditonjolkan dalam satu media dengan media lain bisa
saja berbeda, biasanya berdasarkan kepentingan dari pemilik media tersebut.
Meski banyak campur tangan pemilik media dalam karya jurnalistik, tetap saja media
massa Menurut Harold D. Laswell (1936) harus memiliki empat fungsi sosial:
1.
Pengamatan
sosial (social surveillance): Media
massa hendaknya menyebarkan infor-masi dan interpertasi yang obyektif mengenai
berbagai peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkungan sosial dengan
tujuan melakukan kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
2.
Korelasi sosial
(social correlation) : Media massa
hendaknya memberikan informasi dan interpretasi yang meng-hubungkan satu
kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya atau antara satu pandangan
dengan pandangan lainnya dengan tujuan mencapai konsensus.
3.
Sosialisasi (socialization): Media massa hendaknya
mewariskan nilai-nilai (yang baik) dari satu generasi ke generasi lainnya atau
dari satu kelompok ke kelompok lainnya.
4.
Hiburan (entertainment): Media massa juga
mempunyai tugas untuk memberikan hiburan (yang sehat) dan kesenangan kepada
masyarakat.
Keempat fungsi sosial ini juga harus diawasi oleh
audiens agar tidak terjebak sebagai audiens yang hanya mampu dijejali berita
demi berita. Bentuk pengawasan audiens bisa berupa membandingkan satu media
dengan media lain dan juga kaidah jurnalistik yang terdapat dalam suatu karya
jurnalistik. Salah satu kaidah yang patut kita cermati adalah prinsip cover both side. Prinsip ini memasukkan
dua sumber (sumber pro dan kontra) dalam satu tubuh berita sehingga tidak ada
justifikasi dalam suatu berita. Kebanyakan berita saat ini hanya menampilkan
satu sisi secara terus menerus.
Saat ini dan masa datang, banyak potensi dan
peluang yang terbuka dalam industri jurnalistik,
di samping tantangan dan ancaman yang besar pula. Untuk itu,
aktivitas jurnalistik harus didukung oleh pengetahuan teori yang tepat, di
samping kemampuan praktek di lapangan yang
mumpuni. Teori dan praktik jurnalistik memerlukan kesetaraan sehingga
pembelajaran jurnalistik tidak jauh panggang dari api. Itulah yang
dinamakan jurnalistik terapan. Karena
itu, orientasi
pembelajaran jurnalistik harus lebih diarahkan pada upaya untuk menyelaraskan
konsep teoretik dengan praktik yang ada di lapangan. Teori jurnalistik
harus sesaui dengan fakta dan perilaku jurnalis di lapangan. Sebaliknya,
praktik jurnalistik yang terjadi di lapangan harus relevan
dengan teori yang ada agar tidak melanggar KEJ.
Daftar Pustaka
- Kusumaningrat, Hikmat, 2005. Jurnalistik Teori Dan Praktek, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
- Romli, Asep Syamsul M, 2003. Jurnalistik Terapan Dan Kepenulisan, Bandung : BATIC PRESS.
- Romli, Asep Syamsul M, 2008. Kamus Jurnalistik, Bandung: Simbiosa Rekatama Media
- Yunus,Syarifudin, 2010. Jurnalistik Terapan, Bogor: Ghalia Indonesia.
Tulisan pesenan Emak :D
Komentar
Posting Komentar