Berpisah (1)

Menjalani hari dengan profesional itu adalah sebuah tantangan. Seperti kata seorang wali muridku siang itu di sekolah pekan lalu.. Beliau harus tetap tersenyum menjalankan profesinya sebagai marketing di sebuah perusahaan meskipun sedang dilanda badai rumah tangga. Perceraian. Ternyata sudah dua tahun ini beliau menjadi single fighter. Beberapa kali ketemu di sekolah selalu terlihat tersenyum dan bercerita banyak hal lain. 

"Sedih justru pas fakta-fakta terbongkar.. pas udahan rasanya lega bun.. dan bener-bener waktu saya jadi lebih bermanfaat, ga curigaan lagi seharian, ga mo nampar cewe lagi tiap waktu..hihihi.. alhamdulillah juga setelah cerai sibuk sama kerjaan dan ngurusin dua bidadari jadi ga ada waktu buat sedih.. dua tahun ini ibaratnya me time sama diri sendiri dan anak-anak.."

16 tahun membangun rumah tangga mengantarkan pada sebuah keputusan besar itu. Hanya kekuatan yang kulihat dari sorot matanya ketika bercerita. Tak ada air mata. Tak ada suara serak menahan tangis. Bukan karena tak sedih. Tapi menjadi kuat adalah satu-satunya cara yang harus ditempuhnya bahkan sebelum keputusan itu diambil.

"Bun.. suatu saat kita akan berpisah dengan orang-orang yang kita sayang. Entah dengan kematian, perceraian, atau apapun itu. Saya belajar banget semua yang ada pada saya hanya titipan.. harta benda bahkan anak-anak saya ini..."

Tak terasa 1 jam berlalu beliau menceritakan banyak hal yang berkali-kali membuat saya tertegun. Permasalahan rumah tangga, nafkah, dan tentu saja anak-anak mereka. 

"Satu hal yang sering saya tekankan ke anak-anak bun... Ayah orang baik tapi mungkin ujiannya ada di wanita,jangan pernah takut untuk menikah.. yah walaupun mereka masih SD tapi tetep harus saya ulang-ulang terus agar masuk alam bawah sadarnya.. saya kasi contoh nenek-kakeknya yang sampe sekarang masih kayak orang pacaran hihihi"

 Perkara jodoh kata sang wali murid adalah hal gaib, beliau menyampaikan bisa jadi jodoh sesungguhnya si ayah adalah wanita itu bukan beliau. Saya tak banyak bertanya hanya mendengarkan.. dan begitu seksama sampai beliau mengatakan..

"Bagaimana dengan saya nanti? Saya ikut maunya Allah.. saya ini milik Allah.. bahkan jiwa saya nanti kembali padaNya.. jadi saya ingin beribadah sebanyak-banyaknya aja.. kalau menikah lagi termasuk ibadah.. maka saya memberanikan diri.. kalau memang tidak dipertemukan saya ridho.."

Bukan kisah pertama tentang perceraian yang kudengar tapi perihnya selalu sama. Maka lagi-lagi saya diingatkan atas sebab apapun kita bisa saja berpisah dengan seseorang atau sesuatu yang kita sayang di waktu yang tak pernah kita sangka.

***

Cerita wali murid tersebut sempat membuatku termenung agak lama kemudian malam hari kuceritakan ulang pada suamiku. Kemudian sampailah kami pada pembahasan..

Bagaimana kalau kita terpaksa harus berpisah nanti?

(to be continued)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trying To Conceive (TTC) Journey ; Hai Polyps!

Menjadi aku

Vacation ; Well spent